I.
Pengertian Penalaran
Penalaran secara literal Bahasa
Inggris adalah reasoning. Berasal dari kata reason, yang secara literal berarti
alasan. Berarti reasoning atau to reason adalah memberikan / memikirkan alasan.
Penalaran dari aspek teoritis dapat di definisikan sebagai proses berpikir
logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan terhadap
pernyataan atau asersi.
Tujuan dari penalaran adalah untuk menentukan secara logis
dan objektif, apakah suatu pernyataan valid (benar atau salah) sehingga pantas
untuk diyakini atau dianut.
Dari definisi dan tujuan, dapat dilihat bahwa penalaran
digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu pernyataan itu dapat diyakini atau
dianut. Atau kembali secara literal, kita melihat alasan (reason) dibalik suatu
pernyataan.Terdapat 3 komponen pembentuk penalaran yaitu :
1.
Pernyataan
atau asersi (assertion)
Pernyataan
merupakan masukan (input) dari penalaran. Asersi adalah penegasan tentang
sesuatu hal atau realitas yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau ungkapan.
Asersi ini harus dikuantifikasikan untuk membatasi asersi universal/umum
menjadi spesifik dan menentukan hubungan inklusi, eksklusi, saling-isi.
Pengkuantifikasian ini adalah: sedikit, banyak, tak semua,
beberapa, semua
Penyajian asersi akan lebih baik bila berdasar bentuk
daripada makna.
Contoh berdasar makna: Semua dosen adalah pendidik. Berdasar
makna, orang akan melihat makna asersi daripada bentuknya.
Contoh berdasar bentuk: Semua A adalah B. Bila berdasar
bentuk, A atau B kita ganti dengan apapun, asersi itu akan tetap benar.
Hubungan asersi
Asersi inklusi : semua A adalah B,
tidak semua B adalah A
Asersi ekslusi : tidak satupun A
adalah B, tidak satupun B adalah A
Asersi saling isi : Beberapa B adalah A (bila menggunakan diagram venn, akan
lebih terlihat bahwa Ada himpunan B dan A, dimana ada potongan antara B dan A).
Bila menggunakan himpunan, maka akan terlihat perbedaan
antara bersertifikat akuntan publik dan akuntan publik bersertifikat. Asersi
pertama menunjukkan bahwa ada himpunan orang-orang bersertifikat, salah satunya
adalah akuntan publik (himpunan bersertifikat dokter, bersertifikat dosen,
bersertifikat guru, bersertifikat akuntan publik). Asersi kedua berarti ada
himpunan akuntan (akuntan, akuntan publik, akuntan pajak), dan dalam akuntan
publik, ada akuntan publik bersertifikat dan akuntan publik tidak
bersertifikat. Disini terlihat bahwa beda asersi, maknanya bisa berbeda.
Ada beberapa jenis asersi, yaitu asumsi, hipotesis, dan
pernyataan fakta. Asumsi adalah asersi yang kebenarannya tidak
diketahui, tetapi kita yakini benar. Hipotesis adalah asersi yang
kebenarannya belum teruji. Pernyataan adalah fakta, adalah asersi yang
kebenarannya jelas diketahui. Fungsi asersi ini adalah untuk pernyataan premis
atau konklusi.
2.
Keyakinan (belief)
Keyakinan bahwa pernyataan konklusi
valid adalah keluaran (output) dari penalaran. Keyakinan adalah kebersediaan
untuk menerima bahwa suatu asersi adalah benar tanpa memperhatikan apakah
argumen valid atau tidak atau apakah asersi tersebut benar atau tidak.
Properitas keyakinan terdiri dari:
ü Keadabenaran: suatu keyakinan ‘proper’ bila ada
kebenarannya
ü Bukan
pendapat: suatu
keyakinan harus bukan merupakan pendapat seorang (paling tidak pendapat seorang
yang sudah disetujui bersama-sama)
ü Bertingkat: ada tingkatan keyakinan (tidak
yakin-yakin sekali)
ü Berbias: keyakinan bisa berbeda-beda tiap
orang, dipengaruhi berbagai hal (contoh, keyakinan bahwa ajaran suatu agama
paling benar)
ü Bermuatan
nilai: keyakinan
dilekati nilai-nilai (etika, moral, agama)
ü Berkekuatan:
kekuatan keyakinan orang.
ü Veridikal: kesesuaian keyakinan dengan
kenyataan.
ü Berketertempaan:
keyakinan harus tidak mudah untuk
diubah.
3.
Argumen (argument)
Argumen
merupakan proses dari penalaran, yaitu proses saling menginferensikan
pernyataan-pernyataan yang ada. Argumen merupakan serangkaian asersi beserta
inferensi atau penyimpulan yang terlibat di dalamnya, merupakan poin penting
dalam penalaran. Argumen ini merupakan bukti rasional akan kebenaran suatu
pernyataan. Berarti, argumen berfungsi untuk memelihara, membentuk, atau mengubah
keyakinan.
Diatas
terlihat bahwa argumen terdiri dari asersi.
Argumen terdiri dari Argumen deduktif dan nondeduktif
(induktif, analogi, sebab akibat).
Argumen deduktif adalah argumen yang simpulannya
diturunkan dari serangkaian asersi umum yang disepakati atau dianggap benar
(disebut premis baik major maupun minor). Pada umumnya berstruktur silogisma
sehinga disebut argumen logis (logical argument).
Contoh:
Semua binatang menyusui berparu-paru.
Kucing adalah binatang menyusui.
Kesimpulannya, kucing berparu-paru.
ü Kriteria kebenaran argumen deduktif
ini adalah kelengkapan, kejelasan (apakah artinya jelas), validitas (konklusi
mengikuti premis), keterpercayaian (premis dapat dipercaya).
ü Kebenaran konklusi dalam argumen
deduktif adalah kebenaran logis bukan kebenaran empiris (realitas).
ü Kriteria kebenaran logis: semua
premis benar, konklusi mengikuti semua premis, semua premis dapat diterima.
Argumen induktif adalah argumen yang simpulannya
merupakan perampatan atau generalisasi dari keadaan atau pengamatan khusus
sebagai premis. Generalisasi menjadikan argumen induktif merupakan argumen ada
benarnya (plausible argument) bukan argumen pasti benarnya atau logis (logical
argument).
Contoh argumen induktif:
Kebanyakan orang Jawa Timur berani bicara.
Wardoyo orang Jawa Timur. Kesimpulannya,
Wardoyo berani berbicara. Argumen ini boleh jadi benar atau
belum tentu benar (untuk meyakinkan, perlu dilekati confidence level, misalnya
95%).
Argumen Analogi: Argumen yang menurunkan konklusi
atas dasar kemiripan karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur suatu
objek yang disebutkan dalam asersi. Kemiripan ini merupakan hubungan konseptual
bukan hubungan fisis atau keidentikan. Analogi ini memiliki kelemahan, karena
bagaimanapun juga apa yang dianalogikan memiliki banyak kelemahan. Perbedaan
yang melemahkan konklusi sering disembunyikan, padahal perbedaan sering lebih
dominan daripada kemiripan.
Argumen Sebab Akibat: Argumen untuk mendukung bahwa
perubahan faktor tertentu disebabkan oleh faktor yang lain. Kriteria
penyebaban: Faktor sebab bervariasi dengan faktor akibat (efek), faktor sebab
terjadi sebelum atau mendahului faktor akibat, tidak ada faktor lain selain faktor
sebab yang diidenfikasi.
III.
Evaluasi Validitas Argumen
Kecohan (Fallacy)
Keyakinan
semu atau keliru akibat orang terbujuk oleh suatu argumen yang mengandung catat
(faulty) atau tidak valid.
Orang dapat
terkecoh akibat taktik membujuk selain dengan argumen yang valid.
Orang dapat
mengecoh atau terkecoh disebabkan
oleh:
Strategem
Stretegem merupakan suatu pendekatan
atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan sesorang dengan cara selain
mengajukan argumen yang valid dan masuk akal. Strategem itu sendiri merupakan
salah satu bentuk argumen karena mengupayakan agar seseorang bersedia melakukan
sesuatu. Strategem biasanya digunakan untuk membela pendapat yang sebenarnya
keliru atau lemah dengan cara melakukan suatu kebohongan atau muslihat.
Terdapat beberapa bentuk stratregem
yang sering di jumpai dalam masyarakat, yaitu: persuasi taklangsung, membidik
orangnya, menyampingkan masalah, misrepresentasi, imbauan cacah, imbauan
autoritas, imbauan tradisi, dilema semu, dan imbauan emosi.
Salah Nalar
Salah nalar adalah kesalahan
struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan kesimpulan sehingga
kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian tersebut,
salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada
kaidah-kaidah penalaran yang valid.
Terdapat beberapa bentuk salah nalar
yang sering kita jumpai yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal antiseden,
pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis, perancuan
urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi pasangan.
IV.
Aspek Manusia Dalam Penalaran
Selain
strategem dan salah nalar, hal lain yang juga dapat mengakibatkan kecohan dalam
proses penalaran adalah terletak pada aspek manusia itu sendiri. seperti yang
telah dikemukakan bahwa suatu proses dalam merubah keyakinan akan melibatkan
dua pihak, yaitu manusia yang memiliki keyakinan itu sendiri dan asersi. Manusia
tidak selalu rasional dan bersedia berargumen, sedangkan asersi tidak semua
dapat ditentukan kebenarannya secara objektif.
Beberapa
aspek manusia yang dapat menjadi penghalang penalaran dan pengembangan ilmu,
yaitu: penjelasan sederhana, kepentingan mengalahkan nalar, sindroma tes
klinis, mentalitas djoko tingkir, persistensi, fiksasi
fungsional, dan
merasionalkan daripada
menalar. Dalam hal penalaran manusia tidak selalu rasional dan bersedia
beragumen, sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya
secara objektif dan tuntas.
Rasionalitas
menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Namun, pada kenyataannya
keinginan yang kuat untuk memperoleh penjelasan sering menjadikan orang puas
dengan penjelasan sederhana yang pertama kali ditawarkan, sehingga dia tidak
lagi berupaya untuk mengevaluasi secara seksama kelayakan penjelasan dan
membandingkannya dengan penjelasan alternatif.
Bila keputusan
terlanjur diambil padahal keputusan tersebut mengandung kesalahan, maka orang
cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan.
Dikarenakan tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap
keyakinan yang terbukti salah.
No comments:
Post a Comment